Jumat, 17 Februari 2012

Kara (Untuk Sahabat Dalam Kenangan)

Paris, 31 Desember 2011, pukul 19.00 
Boulevard 089, apa yang menarik dari nama sebuah apartemen yang sudah hampir kusinggahi selama kurang lebih 5 tahun lamanya. Di sinilah semua itu berawal dan berakhir, atau dalam kata lain inlah saksi kehidupan nyata yang belum lama kualami.

Dari balik tirai tipis lantai 6 ini tampak gumpalan-gumpalan putih bagai kapuk yang baru diturunkan dari langit. Sudah 3 jam salju turun, bisikan-bisikan kecil terdengar setiap gumpalan salju menyentuh kaca jendela di depanku. Aku kembali menikmati pemandangan lewat jendela apartemenku, dan lewat kaca jendela inilah inspirasiku untuk selalu menulis tak henti-hentinya mengalir.

Well, memang pemandangan di sini memang sangat indah. Bagaimana tidak indah, tepat di depan jendela kamar ini jelas sekali tempak keindahan-keindahan arsitektur yang dipancarkan menara eiffel, dengan puncak raksasanya yang makin indah diselimuti salju. Taman mawar yang terhampar di sepanjang pintu masuk dan etalase kini tinggal dahan tanpa mawar yang diselimuti serbuk es.

Di depan sekali terdapat sebuah gapura magenta, yang bertulis "accueillir et de partager le bonheur de tous" yang artinya "selamat datang dan selamat berbagi kebahagiaan untuk sesama" kolaborasi warna magenta dan warna kuning juga lime dan gold yang menghiasi dinding-dinding apartemen. Tidak jauh, tampak The Medieval Avenue, Sebuah jalan yang terletak di sebelah barat daya, jalan ini menggambarkan hisrtorical France pada abad pertengahan. Dengan bangunan-bangunan yang bergaya klasik dilapisi arsitekturnya yang khas.
                                                                              *****



Cahaya Putih Dari Surga

Paris bagaikan dilingkupi permadani putih. Mentari sore mulai menghilang terbawa badai, seakan terhempas ke dunia nyata. Kuberlalu dari gemerlap fatamorgana, sinar putihnya yang menyilaukan seakan sirna bagai ditelan bumi. 

"Huh!, makin gelap aja di luar, makin gelap juga nih suasana hati gue lama-lama" keluh ku.
"DOOOORR! Angkat tangan, kalau tidak....." Tiba-tiba ujar seseorang
"UWAA!! ayah ibu..... TTUUUYYYUULLL GONDRONG!!!!" Teriaku meledak
"Weits! kagetan juga nih anak!" Seseorang yang sama kembali berucap.

Seseorang misterius itu, sepertinya aku mengenalinya. Ya, dia adalah Kara sahabat karibku sejak pertama kali aku menuntut ilmu di Paris. 

"Duhh.....Bahagia banget sih liat orang menderita" Kataku lirih
"Haha, peace. Oiya, besok lo ada acara gak?"
"Acara? kayaknya enggak. Emangnya kenapa?"
"Eh, anu besok si Mirsa ngadain pesta tahun baruan biasalah party party gitu"
"Emang kapan tahun baru aja masih lama?"
"Hei! melek besok itu 1 Januari Kalisha Putri Aneta!!!!"
"Woy! iya apa?"
"Liat aja kalender"
"Eh, iya. APA?! HARI MINGGU?! WHAT A DAMN!!!!!!!!!"
"Emangnya kenapa?"
"Kalau tahun barunya hari Minggu, berarti hari Senin gak libur kuliah dong?"
"Ya, emangnya kenapa?"
"AWMAYGAT! sebentar lagi pergantian semester, semakin dekat dengan skripsi!"
"Ya, emangnya kenapa? semakin cepat selesai kuliah, semakin cepat kita dapet kerja"
"Itu pendapat lo Kar, tapi kalo skripsi gue ditolak gimana?"
"Emang lo sendiri udah mulai bikin skripsi?"
"Ya udahlah, lo udah sampai mana?"
"Belom" Kata Kara santai sembari terus mengunyah permen karetnya
"Sama sekali?"
"Menurut lo?"

Ya, itulah Kara. Sosok yang sangat santai, namun dia sangat antusias dan ambisinya sangat kuat. Aku bangga sekali mempunyai sahabat seperti Kara. Gadis kelahiran Rusia ini cukup menghibur dan sangat sangat cukup memberi inspirasi cerita pendeku. Well, aku ingat saat pertama kali kita bertemu. Suatu hari di tengah-tengan keramaian mahasiswa.  Hari itu, penuh dengan kebahagiaan. Namun, ketegangan dan kegelisahan, turut menghantui perasaan bahagia. Hari itu juga kulihat dia sedang bingung karena belum fasih berbahasa Prancis. Dia terlihat seperti anak ayam yang beru dilepas induknya, oh kasihan sekali. Lalu kuajak dia berbicara dengan bahasa inggris, dan pelan-pelan kuajari dia bahasa prancis. 

"Eh, orang tua lo nggak dateng nanti tahun baru?" Kara menyambung
"Nggak, masih di Jakarta nungguin adek masih sekolah"
"Eh, btw boleh nginep gak di sini? semalem aja"
"Hmm... boleh, lo berani bayar berapa?"
"Weits, bayar! buat best friend harusnya gratis dong!"
"Ya deh...." Ujarku penuh derita

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
09.00 pm, begitulah yang ku lihat di jam digital yang masih saja belum ku lepas dari tanganku sejak tadi siang. 

Kepalaku terasa pening. Padahal langit sudah  bertaburan bintang-bintang, akan tetapi sinar putih itu masih menyekah tajam merasuk dan melintasi lintasan-lintasan neuron. Sampai kini, sinar yang menyilaukan hati itu belum kunjung sirna dari pikiranku. Hari ini bagaikan penentuan, keringat dingin tak hentinya mengucur di sekujur tubuhku itu. Well, aku bosan di sini/   

"Cuy, keluar yok! sumpek juga lama-lama di sini" Kataku
"Ayok! gue juga sumpek!"
"Tapi ke mana?"
"Hmmm...... aku gak tahu, ngomong-ngomong salju udah reda belom?"

Sejenak ku buka tirai, dan apa yang ku lihat, aku sama sekali tidak percaya!
Salju memang belum reda, akan tetapi aku melihat sesuatu yang sangat jarang dan tidak semua orang berkesempatan untuk melihat ini! Tak ku sangka, pemandangan yang luar biasa! Kembang api yang mekar dan menyala-nyala di tengah-tengah salju, mungkin banyak yang bertanya apa yang membuat kembang api tersebut tetap menyala selarasnya meskipun tertimbun salju? Akan tetapi, apakah tidak ada yang berfikir bahwa kembang api tidak hanya dari api saja, dari dari salju! Memang imajinasi yang luar biasa jika itu bisa terwujud.
"Woi! Lo lagi ngeliat apa sih? sampe segitunya?"
"Lo bisa bayangin nggak, kalo kembang api nggak dibuat dari api tapi dari salju?"
"Hmm mungkin aja sih, kalo lo pergi ke Heaven of Neverland"
"Itu apaan?"
"Surga Neverland, dia ada di ujung dunia"
"Hah, yang bener? Mau ke sana?"
"Engggak!"

Akan tetapi, aneh-aneh saja imajinasiku ini. Jelas saja, tiba-tiba ku lihat waktu sudah menunjukan pukul 11.30, Karapun berteriak-teriak tidak jelas seperti anak TK yang baru  dapat hadiah boneka dari ibunya. Alah, biarkanlah, Kara memang sosok yang santai dan keanak-anakan meskiun tak sebanding dengan usianya yang sudah 20 tahun. Apa? 20 tahun! Astaga
"Lupakan Neverland, itu cuman mitos" Ungkap Kara

Kara, oh Kara memang orang yang susah ditebak. Kepribadiannya berubah-ubah, dalam kata lain La-Bile (labil) jarang-jarang ada orang seperti dia. Akhirnya, selama 2 tahun ini aku dan Kara telah mejalani persahabatan yang baik, selalu bersama, dan saling memahami. Dan, wow besok hari sahabat! tepat di mana aku dan Kara pertama kali bertemu di Kampus. Ya, memang ssat-saat yang menyenangkan. Dan sebuah hadiah berbungkus kertas pink, warna kesukaan Kara yang baru kubeli. Penasaran, besok dia memberiku hadiah apa ya? Ah, kuharap dia tidak lupa!

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pagi sekali, aku sudah menunggu Kara di kampusku. Tidak biasanya, ku lihat arlojiku sudah menunjukan jam 8 pagi waktu Paris, Kara belum juga datang. Ah, mungkin dia telat dan dia sudah sering telat sepertinya. Tapi, ini telat yang tidak biasanya. Pelajaran sastra hari inipun kulewati tanpa Kara. Aku tidak bisa berkonsentrasi sedikitpun sampai-sampai Mrs. Gressy menegurku. Sumpah, aku panik seperti kehilangan diriku sendiri. Sobat ku, Kara, di manakah dirimu? 
Sebungkus hadiah untukmu masih ku simpan di tasku, aku khawatir akan Kara. 

Sepulang sekolah, aku buru-buru pulang dan mengunjungi apartemen Kara. Langkahku sangat tergesa,  khawatir akan Kara yang sudah seminggu ini tidak hadir di kampus. Apa? Seminggu? Dan, alangkah terkejutnya pintu kamar Kara terkunci, dan tidak ada tanda-tanda Kara di dalamnya. Perlahan, aku mengetuk pintu kamarnya, dan kupanggil namanya. Tidak ada jawaban sepatahpun. Aku jadi makin khawatir. 
Aku menghampiri resepsionis di pintu masuk.
"Mas apa pemilik kamar nomor 369 atas nama Kara masih tinggal di sini? 
"Maaf mbak, pemilik kamar nomor 369 baru saja pindah kemarin malam. Ia dijemput orang tuanya dari Jakarta" Kata resepsionis tersebut

Jantungku terasa berhenti, ketika mendengar kabar ini.

"Apa? Yang bener mas?"
"Iya, tapi dia menitipkan surat untuk orang yang namanya Kalisha. Mungkin mbak kenal dengan Kalisha?"
"Ya, saya sendiri. Surat apa?"
"Entahlah, tapi katanya tolong dibaca"

Perlahan, aku buka surat dari Kara. Suratnya masih bagus, belum ada goresan tanda luka di hati ini. Ku baca surat yang bertulis:

Dear Kalisha sahabatku,
Kita telah melalui semua hal bersama, mengores kenangan-kenangan indah tak terlupakan dalam jiwa ini. Kenanangan indah, yang abadi untuk dikenang. Memang indah, kekal abadi dalam kenangan walau hanya semata. Maaf, gue baru ngabarin lo. Gue takut lo kecewa sama gue selama ini. Kal... sebenernya gue gak bisa ninggalin lo, tapi gue harus pergi. Kata ayah gue, penyakit brain syndrome gue makin parah. Maaf lo baru tau kalo gue sebenernya udah lama menderita penyakit ini. Gue harus secepatnya berobat ke Singapore, gue harap lo gak kecewa. Tapi inilah kenyataan, gue gak mau kehilangan lo Kal, lo sahabat gue sekarang dan selamaya. Lo gak lupa kan, ini hari sahabat? Dan gue harap lo gak melupakan saat pertama kali kita ketemu, masih lugunya waktu itu. Haha, memang kenangan indah. Tapi, sekali lagi maaf Kal, gue harus pergi di saat yang indah ini. Best wishes for you

Regards
Kara :)

Aku tak mampu lagi menahan tangis ini, air mata terus mengalir. Aku tak bisa berhenti memikirkan keadaan Kara, yang ku harapkan saat ini adalah Kara bisa cepat sembuh dan, itu saja aku tidak minta lebih. Kalaupun aku bisa bertemu dengan Kara, itu sudah lebih dari anugerah.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebulan kemudian, belum ada kabar dari Kara. Air mata masih terus mengalir tiap kali aku memikirkan dia. Tiba-tiba saja hpku berbunyi tanda sms masuk, sms dari Fira, teman sekelasku yang bertuliskan

Sender: +682167778895
Kalisha, ini Fira. Maaf, mengejutkan. Tapi, guetahu lo sangat kehilangan. Gue dapet kabar kalo katanya Kara sudah nggak ada, penyakitnya semakin hari semakin bertambah parah. Hingga akhirnya harus melewati saatnya yang terkhir. Gue harap lo gak kecewa terlalu lama.

Sms itu bagai petir yang menyambar-nyambar diiringi histerisnya suara guntur. Ini pasti bohong, ini tidak mungkin, ini pasti bukan Kara yang sebenarnya! Tangisku makin meledak-ledak. Aku langsung menemui Fira  di apartemen seberang.

Dalam hatiku berkata "Kara, apa ini jawaban atas doaku, apakah kenangan kita cukup sampai di sini? Kar, jawab Kara" Aku mencoba tidak mengingat kenangan-kenangan bersama Kara, tapi selalu terlintas di pikiranku. 
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Akhirnya, genap 2 tahun hari-hari ku lalui di kampus tanpa kehadiran seorang Kara. Tak terasa, tahun-tahun aku sudah lulus dari Paris University, predikat sebagai mahasiswi teladan berhasil ku raih. Tapi bagiku,  keberhasilan ini tidak berarti apapun tanpa seorang Kara. Aku masih di sini, seakan membayangkan Kara di sini masih bercanda dan tertawa bersamaku. Membayangkan Kara berteriak histeris saat namaku dipanggil menjadi mahasiswi terbaik di Paris University tahun ini. Masih terkenang hari-hari yang indah di kampus, di kamar, di mana saja dan apa saja telah kita lakukan bersama. Aku sempat menuangkan kenangan ini di buku pertamaku, di buku itu tertulis tentang kenangan bersama Kara, sampai di akhirnya harus pergi  meninggalkanku dan berlalu di saat yang indah ini. 
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Waktu tak terasa, berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun tanpa Kara. Sampai uatu saat...

Aku akan menertbitkan novel terbaruku, judulnya "The Impossible Dream Comes True" Sebuah cerita fiksi menceritakan seseorang yang ditinggal sahabatnya, lalu bisa bertemu kembali walau banyak kabar yang menyatakan walau sahabatnya telah tiada, akan tetapi dia benar-benar bertemu sahabatnya secara langsung. 

"Maaf mbak, cari siapa?" Tanya seorang wanita
Sepertinya aku mengenali suara itu, mungkinkah... tapi itu tidak mungkin terjadi

"Hmm.. Saya mau menemui Bpk. Hendrik editor dan beberapa orang dari penerbit" Kataku
"Atas nama siapa?" Tanya wanita itu balik
"Nama saya...Kal..."

Belum selesai bicara aku berbalik dan terkejut, sosok itu sepertinya aku mengenalinya dia bersinar seperti orang yang selama ini menjadi motivasi dan inspirasi dari novel-novelku.

Apa mungkin dia Kara? Tapi, Kara sudah tiada. Atau dia adalah seseorang yang menyerupai Kara? Apakah ini jawaban atas semuanya?


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar